CONTOH
DARI TIPE-TIPE PENGAMBILAN KEPUTUSAN
(DALAM
BENTUK CERITA ATAU STUDY KASUS)
Jurnalistik yaitu aktivitas yang berkenaan dengan catatan
atau suatu laporan kejadian setiap harinya. Jurnalis bebas berpendapat,
mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun tulisan. Demi menegakkan
kebebasan pers yang bertanggungjawab, pemerintah memberikan wewenang pada PWI
(Persatuan Wartawan Indonesia) dengan menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang
harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia.
Kebebasan yang ditonjolkan oleh wartawan gosip sendiri
merupakan kebebasan yang tidak bertanggungjawab dengan melanggar kode etik yang
telah ditetapkan seperti cara mengejar narasumber, etika wawancara, etika
mengambil gambar, etika menghargai hak-hak privasi narasumber, dan menerima
amplop, misalnya. Dan mereka tetap mengartikannya sebagai kegiatan jurnalistik.
Seperti yang dijelaskan di bab latar belakang, permasalahan
ini memunculkan dua kubu, yaitu kubu pro dan kontra. Kelompok yang pro, yang
diwakili oleh PWI menegaskan bahwa mereka pekerja infotaimen adalah sah disebut
sebagai wartawan dengan alasan kegiatan infotaimen menunjukkan aktifitas
jurnalistik. Seperti membawa kamera, tape recording dan notes.
Mereka juga melakukan aktifitas liputan dan memburu subyek dan obyek sebagai
berita. Meskipun secara substansial sangat cocok dengan peralatan jurnalistik,
namun pekerjaan mereka lebih dekat pada gosip atau ghibah. Seperti mengejar dan
memproduksi gosip selebritas, membuka aib keluarga orang seperti perceraian dan
perselingkuhan para artis dan semacam lainnya.
Sementara kelompok kontra yang diwakili oleh Aliansi
Junarlistik Indonesia (AJI) menolak identitas kewartawanan pekerja infotainmen
dengan alasan bahwa jurnalisme merupakan sebuah tujuan moralitas kemanusiaan. Dengan demikian, wartawan dalam konteks jurnalisme
merupakan pekerjaan mulia yang memberikan nilai edukatif dan pencerahan bagi
masyarakat luas. Dan aktifitas yang mengatasnamakan tugas jurnalistik tanpa
menimbang etika dan tujuan moral jurnalisme, bukanlah termasuk dalam kelompok
wartawan, tetapi hanya merupakan pekerja kreatif.
Mungkin alasan yang dipaparkan oleh PWI ada benarnya, bahwa
wartawan jurnalistik menggunakan alat-alat jurnalistik seperti camera dan tape
recorder. Tapi soal Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh PWI sendiri,
jelas-jelas mereka melanggarnya.
UU Pers 40/1999 ayat 3 juga telah menyebutkan bahwa Pers
nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan
kontrol sosial. Maksudnya yaitu sebagai oreintasi
kepentingan umum yang memiliki nilai-nilai edukatif dan pencerahan pada
masyarakat bangsa. Bukan sekedar memberikan hiburan yang menggerus moral anak
bangsa seperti produk gosip.
Koreksi selanjutnya adalah fakta perbagai pelanggaran kode
etik wartawan (KEWI) yang dilakukan para pekerja infotainment tanpa malu-malu
seperti melanggar hak privasi, sopan santun, praktek menekan kaidah off the
record dan lain sebaginya. Tindakkan yang merupakan sebuah sikap pengkhianatan
terhadap kemapanan tujuan jurnalisme murni yang sesuai dengan kode etik.
Menurut MUI, format penyajian pekerja infotainment juga
tidak edukatif dan tidak bermanfaat bagi kepentingan umum, untuk itulah
akhirnya MUI mengeluarkan fatwa haram untuk tidak menyaksikan acara
infotaiment. Karena itu, perlu dilakukan penertiban
terhadap format materi infotainment yang secara normatif sebenarnya tidak layak
dikonsumsi. Ketidaklayakan itu dikarenakan infotainment pada umumnya hanya
berisi gosip dan pengeksposan terhadap kehidupan pribadi yang tak jarang berujung
pada fitnah.
Menanggapi hal tersebut, PWI justru menyambut baik fatwa MUI
yang mengharamkan berita bohong, isapan jempol dan bersifat membuka aib orang
lain untuk disiarkan di media massa, baik cetak elektronik televisi dan radio,
serta portal berita Internet. Menurut mereka, fatwa itu sejalan dengan prinsip
PWI bahwa hanya infotainmen yang tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40 tahun
1999 tentang Pers dan taat Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang dapat diakui
sebagai karya jurnalistik. (Antara, 28/7/2010). Namun melihat kenyataan yang
ada saat sekarang, wartawan infotainment tampaknya selalu bergelut dengan
kemelencengan kode etik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar